Jumat, 20 Maret 2009

LPUBTN : "Duc in Altum"

  1. Gagasan Mgr. Albertus Soegijapranata SJ akan pentingnya gereja untuk semakin berpartisipasi dalam pembangunan bangsa dan negara, menyebabkan PWI Sosial perlu memfasilitasi berdirinya lembaga/yayasan sebagai lembaga gerak gereja dalam mewujudkan preferential option together with the poor. Maksud diadakannya lembaga gerak adalah untuk memurnikan fungsi utama yakni motivasi, inspirasi, evaluasi dan konsultasi. Maka di Semarang dipelopori berdirinya Yayasan Pembimbing Usaha-usaha Buruh dan Tani (YPUBT), 19 September 1960.
  2. Maksud dan tujuan dari YPUBT adalah memberi dorongan, bimbingan dan bantuan kepada usaha-usaha sosial ekonomi terutama yang berasal dan bergerak dalam lapangan perburuhan dan pertanian dalam arti yang seluas-luasnya, yang pada waktu itu dikenal dengan gerakan-gerakan Pancasila. Hingga tahun 1972 keluar kebijakan pemerintah untuk melebur gerakan-gerakan Pancasila ke dalam satu wadah nasional, seperti halnya HKTI, SPSI, HNSI. Pada tahun 1972 sampai 1997 terjadi kevakuman kegiatan.
  3. Pada masa krisis ekonomi yang melanda Indonesia dimana jumlah masyarakat miskin meningkat tajam, kondisi ini membangkitkan kembali panggilan untuk melayani mereka yang miskin dan tersingkir. YPUBT kembali membuka pelayanan pendampingan bagi para buruh dan petani, yang kemudian memasuki kawasan nelayan sebagai salah satu bidang pelayanan, sehingga ada perubahan nama menjadi Yayasan Pendamping Usaha-usaha Buruh Tani Nelayan (YPUBTN) pada tahun 1997. Nama ini kemudian berubah lagi sesuai peraturan pemerintah menjadi Lembaga Pendamping Buruh Tani Nelayan (LPUBTN). Pendampingan yang dilakukan LPUBTN menyentuh kepentingan pengembangan pekerja perempuan misalnya dengan pelatihan pendamping keluarga (baby sitter dan perawat lansia) sampai 10 angkatan; pendampingan masyarakat migran kota lama, Bandarharjo dan Mangunharjo dengan pra koperasi dan wirausaha dan penyaluran bantuan karitatif lainnya.
  4. Setelah hampir satu dasawarsa, LPUBTN merefleksikan peran atas panggilan mewujudnyatakan roh dan semangat Ajaran Sosial Gereja (ASG). Seperti ditegaskan Benedictus XVI dalam Ensiklik di awal kepausannya "Deus Caritas Est", bahwa prinsip dasar keterlibatan Gereja dalam persoalan masyarakat: yang pertama adalah "Allah adalah kasih". Allah yang mengasihi dunia, itulah yang mesti diwartakan dalam "keterlibatan konkret" dan tanggap akan situasi kemasyarakatan. Refleksi yang menyertakan kaum muda menumbuhkan panggilan untuk terlibat dalam mengembangkan LPUBTN.
  5. LPUBTN yang "bersemangat baru" mempunyai struktur organisasi jaringan, yang dipimpin Pengurus Harian : Ibu C. Isti Sumiwi, SH – Ibu Dra. Rosalia Widiarti, MM – Y. Suparwadi. Organisasi dikendalikan oleh Pengurus Inti yang terdiri dari pimpinan masing-masing bidang pelayanan: Bidang Darurat (Emergency), Justice, Pendidikan dan Pelatihan (Kaderisasi), Perdagangan dan Distribusi, Pelayanan dan Pendampingan, Pemberdayaan Perempuan, Pengembangan Sosial Ekonomi serta Bidang Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan (lihat lampiran: Struktur Organisasi). Perubahan struktur lembaga demi menciptakan kinerja pelayanan yang efektif dan efisien serta menjabarkan matrik pelayanan dengan membuka seluas-luasnya kerjasama dengan berbagai pihak demi satu tujuan yakni menciptakan kesejahteraan bersama (bonum publicum).
  6. Transformasi sosial berdasarkan semangat Injil yang sebagaimana sudah menjadi kesaksian hidup umat, selalu menjadi tantangan dalam kehadiran Gereja di dunia ini. Pada permulaan millenium ketiga, kenyataan ini tetap sama biar pun nuansanya berbeda. Dengan keterlibatan sosialnya, Gereja yang memandang dirinya sebagai "an expert in humanity" berusaha sehati dan sejiwa untuk mewartakan Kabar Gembira, yakni kabar keselamatan, cinta kasih, keadilan dan perdamaian.

  7. Dalam upaya mendunia ini, Gereja selalu memandang ke depan dengan penuh kepercayaan kepada "surga baru" dan "bumi baru" (Cfr. 2Petr.3:13). Seperti Petrus yang sudah bersusah payah sepanjang malam tanpa hasil, percaya kepada Sabda Kristus "duc in altum" (bertolaklah ke tempat yang dalam), sehingga menghasilkan tangkapan yang berlimpah. Demikian juga dengan LPUBTN, sadar kembali akan panggilan pelayanan kemanusiaan yang dipercayakan Gereja. LPUBTN ingin membangun kembali sukacita dalam melayani sesama, terutama mereka yang berkekurangan. Refleksi atas karya pelayanan di bidang pengembangan sosial ekonomi terpahami karena upaya transformasi sosial harus mulai dari transformasi diri: tahu diri, sadar diri, kuasai diri, sabar diri dan beri diri dengan murah hati guna menghadirkan kembali harga diri. Dalam peran pastoral ini, pengajaran sosial tidak saja akan membantu manusia kristiani untuk menemukan kebenaran, tetapi juga akan menyemangati umat kristiani untuk "memberi kesaksian dengan sebuah semangat pelayanan kepada Injil dalam medan kegiatan sosial". (KASG,525).

    Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar